Selasa, 24 Desember 2013

Sabtu, 21 Desember 2013

"Break a leg" -Idiom-

"Kak, doain saya ya untuk ujian besok"
"Of course sister, Break a leg!"
Saya diam memikirkan tanggapan yang aneh dari kakak saya. Dengan kemampuan bahasa inggris rata-rata yang saya miliki, tentunya saya mengartikan dengan polos yaitu "Patahhkan kakimu!"

"krik krik krik"

Tentu saja kakak saya tidak bermaksud begitu. Setelah memberanikan diri untuk bertanya apa maksud kalimat tadi, ternyata "Break a Leg" adalah sebuah idiom. Buat yang belum tau, sudah saatnya deh kamu semua memanfaaatkan mbah google dengan baik dan benar, muehehehehe.

Well, seperti kasus "Break a leg" tadi, jika di artikan sebagaimana mestinya kalimat tu berarti "Patahkan sebuah kaki". Namun ternyata "Break a leg" sama saja dengan mengucapkan Good luck!

Jadi dalam kasus di atas kakak saya bukannya menyuruh saya mematahkan kaki. Bukan. Namun mendoakan semoga beruntung. :)

Sekian Postingan kali ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan teman-teman tentang Idiom. jika teman-teman masih penasaran akan idiom, disini masih banyak lagi contoh-contoh Idiom  serta penjelasannya :)

Jumat, 22 November 2013

Writing

Hari jumat kemarin , Mr. Gede memberikan kami materi yang tidak biasanya alias baru. Biasanya dalam les, Mr. Gede memberikan structure / grammar berbentuk tenses atau lainnya. Namun hari Jumat kemarin beliau memberikan kami materi yang sedikit berbeda yaitu Writing.

Dalam konsep writing di gambarkan seperti ini




 
Langkah - langkah menulis



  •  Pre-Writing  : Sebelum menulis, kita harus memikirkan draft atau konsep apa yang akan kita tulis. Dalam tahap ini kita pastikan judul yang akan ditulis, bagaimana Introduction nantinya dan segalanya harus erkonsep dengan rapi.
  •   Writing : Dalam tahap ini kita mulai menulis sesuai dengan apa yang telah terkonsep di awal tadi. Mulai menyusun kalimat per kalimat agar tulisan nantinya menjadi padu.  
  • Editing : Setelah selesai membuat tulisan, tulisan hendaknya kembali dibaca ulang. Nantinya kalimat - kalimat yang di rasa kurang pas atau grammar yang dirasa kurang tepat dapat disunting pada tahap ini. Jika merasa tidak percaya diri untuk meng-edit tulisan sendiri maka disini kita dapat menukarkan tulisan kita kepada yang dipercaya lebih mampu untuk memperbaiki kesalahan grammar atau penggunaan diksi dan sebagainya, tentunya yang memiliki kemampuan english  di atas kita.
  • Revising : Ketika tulisan telah selesai diedit, kita dapat menuliskan kembali tulisan kita dengan lebih rapi (menyalin kembali) dengan grammar yang sudah tepat berdasarkan apa yang telah di perbaiki dalam proses sebelumnya.

  • Publishing : Langkah terakhir adalah publishing. Setelah melalui semua tahap, barulah tulisan dinyatakan layak untuk di publish 

Sekian postingan kali ini, semoga bermanfaat :)

Selasa, 12 November 2013

Bangun Lagi Dong Lupus

Sedikit kecewa abis nonton film Bangun Dong Lupus ternyata tidak selucu yang ada di novel. Saya salah satu penggemar buku - buku karya Hilman salah satunya seri Lupus dan ekspektasi sy kepada film yang baru ini terlalu tinggi. 

Saya pernah baca seri Lupus yang berjudul sama seperti filmnya namun ternyata yang ini tak selucu yang dibayangkan. Lupus menurut saya tidak mencerminkan seperti Lupus yang ada di novelnya. Jambul lupus tidak terlihat mencolok yag di dalam novelnya Lupus di gambarkan dengan anak dengan jambul di rambut yang cukup eksotik. Gusur juga tidak sesuai seperti yang di novel.
Daniel (nama yang di film) pacar poppi mungkin berperan sebagai Bule (nama di novel) namun dalam film ini namanya di ganti Daniel.

Tidak ada tokoh yang sering diceritakan di dalam novel seperti guru fisika Lupus yang super galak yaitu Mr. Punk yang mempunyai ciri khas mengganti setiap lafal 'S' menjadi 'Z'. Di dalam film juga tidak ada tokoh pujaan Gusur yaitu Fifi Alone dan Mamanya yang super lucu. Teman - teman geng lupus juga kurang lengkap.

Tapi terlepas dari itu semua film ini lumayan bagus. Banyak pesan moral yang di sampaikan secara lisan maupun non lisan karena tidak tahu kenapa dalam film ini lupus menjadi sangaaat bijak dan religius terlepas dari kesan konyol seperti dalam novel....

Saya salut kepada sutradara yang mampu mengangkat kembali film yang disadur dari novel lama ini.

Prok..Prok..Prok..


English is . . . . . . . . . . . . . .


Senin, 07 Oktober 2013

Belum saatnya

Sedikit menelan kekecewaan ketika juri mengumumkan juara lomba majalah kampus tahun ini. Tim kami tim MAHAPATI belum di percaya kembali untuk memegang piala bergilir majalah kampus. Hmmm, kesalahan - kesalahan kecil seperti judul,penulisan lid, dan tata letak menjadi suatu kesalahan yang fatal untuk tulisan kami. Adapun sedikit kritikan juri yang kami catat hari ini adalah


1. Rubrik Laporan Utama
Pada Laporan utama harus ada yang di pertentangkan. Pemilihan narasumber juga harus di perhatikan, bedakan tokoh dengan pakar. Pada laporan utama harus ada satu pendapat dari pakar dan pendapat lainnya untuk di pertentangkan.

2. PemilihanJudul
Diusahakan untuk tidak memilih judul yang terlalu puitis sehingga dari judulnya saja sangat susah di mengerti. Ingat! pembaca majalah kalian bukan seluruhnya sastrawan, orang awam juga harus di pertimbangkan untuk mengerti judul yang di buat.

3. Gambar dan Tata Letak
Diusahakan gambar yang mengambil sumber dari orang lain, di cantumkan hak cipta. Beri penjelasan pada setiap gambar agar pembaca paham. Perhatikan kembali tata letak gambar, dan konten isi. Jangan terkesan terlalu longgar dan di paksakkan.


Udah segitu aja.........................
hmm, semua itu hal - hal kecil yang tidak kami pikirkan terlalu jauh.



Tapi gak apa, kembali lagi, mungkin belum saatnya :)

Great Work MAHAPATI !!

We still proud of u :)


===============================







Cover depan dan belakang


Laporan Utama

Laporan utama

Laporan utama dan Sastra puisi

Wawancara

Opini

Liputan

Profil

Feature

Laporan Khusus

Sastra
=========================================================

Jumat, 04 Oktober 2013

Karikatur tim MAHAPATI - Lomba majalah Kampus UNDIKSHA 2013







(darma)

Rubrik Wawancara tim MAHAPATI - Lomba majalah kampus UNDIKSHA 2013



Biodata Narasumber :


 Nama                     : Kadek Wirahyuni, S.Pd., M.Pd
Nama Panggilan   : Ira
Tanggal lahir        : Singaraja, 27 Mei 1987
Pasangan dari       : Made Suarja, S.S.Kar.,M.Si
                               Made Sriwati, S.Sn.,M.Si
Hobi                     : Menyanyi, menari, kegiatan – kegiatan sastra dan seni
Motto                   : Keberhasilan tidak akan lengkap tanpa doa dan usaha.  Teruslah berkarya !
                              
Prestasi                :
1.     Juara I Duta Bahasa tingkat Provinsi
2.     Juara Harapan II  Duta Bahasa Tingkat Nasional
3.     Juara I  Lomba Pidato Bahasa Bali Tingkat Provinsi
4. Juara I Lomba Pidato Bahasa Indonesia Tingkat Kabupaten
5. Juara I Lomba Pidato Bahasa Inggris Tingkat Kabupaten
6.   Juara I Lomba Dharma Wacana Tingkat Provinsi Bali
7.     Juara I lomba Debat se – kabupaten Buleleng
8.     Team pencerah bahasa



Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Tetapi untuk berinteraksi antara satu dengan lainnya, manusia membutuhkan suatu alat komunikasi baik itu dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan salah satu contoh alat interaksi yang dominan digunakan manusia. Bahasa menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia karena bahasa dapat mengkomunikasikan berbagai hal yang abstrak termasuk pemikiran dan ide-ide.
Saat ini, bahasa yang digunakan dalam pergaulan menjadi semakin beragam. Termasuk juga dalam pergaulan remaja Indonesia, bahasa yang digunakan sangat beragam, mulai dari bahasa daerah, bahasa asing, dan Bahasa Indonesia. Namun yang sering digunakan remaja adalah bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia. Sering kali, mereka lebih senang menggunakan bahasa yang lazim digunakan namun sebenarnya tidak sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bagaimana mengubah perilaku tersebut? Berikut wawancara dengan Kadek Wirahyuni, S.Pd., M.Pd, selaku dosen pengajar Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) Hita Widya Singaraja.
1.     Bagaimana pendapat ibu tentang gaya bahasa di kalangan anak remaja saat ini ?
Kalangan remaja saat ini dalam pergaulan lebih dominan menggunakan bahasa gaul yang tidak sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Wajar saja, karena bahasa gaul sudah menjadi konvesional. Buktinya ada kamus bahasa gaul yang sudah menjadi bahasa resmi pergaulan. Diciptakan oleh Deby Sehertian. Sebenarnya, bahasa gaul tidak semuanya salah. Keberadaannya juga dapat memperkaya bahasa khasanah bahasa negeri kita. Hanya saja, sisi negatifnya, mereka jadi terbiasa dengan bahasa gaul yang digunakan. Bahasa yang lazim malah tidak dipelajari atau kurang diminati.
2.     Menurut ibu, apa penyebab penyalahgunaan bahasa pada kalangan anak remaja saat ini ?
Penyebab penyalahgunaan bahasa, karena kurangnya mediasi yang menumbuhkan minat remaja untuk mempelajari bahasa Indonesia yang benar. Selain itu, adanya pengaruh bahasa gaul, adaptasi bahasa asing, dan kurangnya motivasi untuk membaca buku - buku bacaan menjadi faktor pendorong terjadinya penyalahgunaan bahasa. Mereka lebih senang membaca lewat internet yang belum tentu kaidahnya benar daripada buku-buku bacaan dengan tata bahasa yang baik.
3.     Apa dampak yang terjadi jika salah dalam menggunakan bahasa ?
Dampaknya yaitu identitas Bahasa Indonesia kita menjadi pudar. Jika kita melazimkan bahasa yang salah maka akan menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk diubah. Ketika membuat karya tulis, bahasa yang digunakan bisa jadi tidak baku. Buktinya ketika ujian nasional hampir tidak ada yang pernah mendapat nilai sempurna dalam ujian Bahasa Indonesia atau ulangan umum, banyak sekali siswa yang tidak tepat menggunakan EYD ketika diminta mengarang, atau saat menjawab pertanyaan , masih banyak siswa yang menggunakan bahasa yang biasa di dengar, bukan bahasa yang lazim.
4.     Bagaimana penggunaan bahasa yang baik dan benar ?
Bahasa yang baik adalah bahasa yang situasional, sesuai dengan situasi penutur dan petutur  dengan siapa kita berbicara, dimana tempatnya, dan dalam situasi yang bagaimana. Sedangkan bahasa yang benar itu adalah bahasa yang sesuai tata aturan bahasa Indonesia.
5.     Bagaimana cara mendidik generasi muda agar terbiasa  berbahasa yang baik dan benar ?
Dengan meminta tulisan atau karya tulis dan membiasakan mereka menulis serta mengkoreksi kebenarannya, lalu mereka mengadakan evaluasi sehingga mereka terbiasa dengan tulisan yang benar. Guru dan media juga sangat berperan penting menjaga indentitas bahasa Indonesia. Guru dapat mengajak siswa bermain kata, media bisa mempromosikan bahasa yang baik dan benar melalui iklan-iklan yang menarik atau perlombaan cepat tepat atau cerdas cermat bahasa Indonesia.
6.     Apa harapan Ibu ke depannya agar tidak terjadi penyalahgunaan bahasa ?
Harapan ibu, generasi muda mau menjaga bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan bangga. Dengan demikian secara tidak langsung kita turut mengisi kemerdekaan dan menjaga kebanggaan Negara kita ini. Bukan berarti menyampingkan bahasa gaul atau bahasa asing, tapi kita harus bijaksana menggunakan bahasa-bahasa tersebut. Dan jangan terlena menggunakannya sampai meremehkan bahasa persatuan kita, yakni bahasa Indonesia.

(PU)

Feature tim MAHAPATI - Lomba majalah kampus UNDIKSHA 2013



MIMPI TIDAK AKAN PERNAH TUA



Kaki Mentari hampir menginjak tanah sebelah barat. Tangisan sikecil memecah nyanyian daun-daun mangga. Batuan yang terpijak tak bisa  mengelak, diam menyaksikan suara parau yang bercerita.


            Desa Siangan, Gianyar. Sebuah rumah bergaya bali, dengan pohon mangga yang besar ditengah pekarangannya. Dahan anggrek yang mengitari balai dauh saling bertatapan dengan batang mangga, terasa segar. Daun-daun tua yang hampir gugur menyaksikan kesehariannya menerawang wajah-wajah muda  yang kelak akan melanjutkan cita-cita juga harapan bangsa.  Bukan karena uang, bukan pula karena materi, semata-mata karena wajah-wajah muda nan riang yang nantinya akan melanjutkan cita-cita dan harapan bangsa ini.

            Tiga puluh delapan tahun menikmati suasana kelas, merasakan aroma canda tawa dan ringkikan anak-anak remaja. Keringat yang mengalir tak menghalangi terkembangnya sebuah senyum di bibirnya. Raut wajahnya lelah, namun ia toh tak menggubrisnya. Sikapnya penuh ekspresi, tutur katanya tak pernah keras sekalipun suara gaduh yang tercipta tak kunjung reda. Semua ini hanya separuh dari perhatiannya, sepenuhnya ia masih ingat bagaimana  mata-mata indah menatapnya,  tatapan remaja yang belum mengenal tujuan hidupnya.

            Drs. Ida Bagus Sutha Tenaya, telah mengabdi di SMK N 1 Gianyar hingga di usianya yang ke-61. Usia senja, namun harapannya masih sama seperti saat pertama ia mengajar . Kini, ayah dari dua anak ini menikmati masa tuanya bersama dua cucu dari anak pertamanya, atau sesekali ia menyuburkan kebunnya. Kulitnya yang sawo matang semakin tua dan lemah. Penuh garis kerutan, lusuh. Layaknya kertas yang tergumpal, ketika dikembangkan akan terlihat rumitnya lipatan. Hatinya semakin pilu tatkala menyadari bahwa bahasa yang digunakan anak-anak tak lagi seperti yang ia ajarkan. Dia yang telah jatuh cinta pada profesinya, hingga setiap detik tak pernah merasa bosan memikirkan apa yang dapat dipersembahkan kepada bangsa ini, beserta calon pemiliknya. Tetapi yang disaksikannya, mata pelajaran bahasa indonesia yang ia ajarkanpun seolah hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan standar kelulusan ataupun sekedar mencari nilai. Serasa sia-sia, tapi tak berdaya.

            Lelaki tua ini menyadari, manusia memang tiada yang sempurna seperti halnya dia. Karena  ketidaksempurnaan itu, dia tidak punya daya untuk mengelak rasa. Jika kenyataan tentang harapannya hanya berlatar kekecewaan.  Dia tahu betul bahwa tidak selamanya apa yang menjadi harapan akan terwujud. Namun hidup tidak akan berhenti hanya karna ini semua. Semua akanlah terasa indah dan bermakna jika kita mencoba untuk menikmatinya. Mimpi akan selalu ada, dan tidak mengikutinya menjadi tua. 

Wajahnya tenang, badannya kini kurus dengan tenaga  yang lemah karena tersita usia. Namun semangat hidupnya amatlah luar biasa, ia tak lebih dari seorang pensiunan yang khawatir akan generasi muda. Dia telah memutuskan untuk menjadi seorang guru, melangkah pelan merangkul mereka dalam dekapan. Meski tak lagi bisa mengajar, namun jiwa mendidik merupakan bagian dari perjalanan hidupnya. Tak mudah untuk melepaskan tangan mereka, tak mudah untuk melepaskah rasa cemas dari fikirannya.

(icha)