Jumat, 04 Oktober 2013

Laporan Utama tim MAHAPATI - Lomba majalah kampus UNDIKSHA 2013






“Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan”. Daripada kita mengutuk kegelapan dengan terus-terusan menyalahkan kaum alay yang merusak sistem tata bahasa kita melalui ‘kreativitas’ mereka atau dengan terus-terusan menggerutu lantaran generasi muda kita menulis dan berbicara ala gaul di tengah acara formal, sebaiknya kita menyalakan lilin dengan berbuat sesuatu.
Seperti yang tercantum pada detik.com, (1/9/2013) acara pertunangan Zaskia 'Gotik' dan Vicky Prasetyo menghiasi halaman depan semua media hiburan. Bukan soal berita penipuan, tetapi karena gaya bicaranya yang menjadi bahan olok-olok di internet.  hasil wawancara tersebut,Vicky menggunakan gaya bahasa yang 'unik.'Hal ini tersebut merupakan salah satu penyalahgunaan bahasa karena diperparah dengan penggunaan bahasa Inggris dan kata-kata serapan yang tak pada tempatnya.

“Parah”, kata yang tepat untuk diungkapkan jika bahasa gaul dan bahasa-bahasa trend lainya di zaman sekarang ini, membuat kaum remaja tidak bisa berbahasa indonesia yang baik dan benar. Ada ungkapan bahwa Bahasa yang digunakan seseorang mencerminkan pribadinya. Seperti kata – kata ini ,Gaul, dong! Pede aja lagi! Kasihan deh, lo! Nyantai aja, Coy! Begitulah antara lain “bahasa gaul” yang seringkali kita dengar di kalangan remaja kini. ‘Bahasa gaul” itu seakan telah menjadi bahasa resmi mereka. Bahkan bila dalam pergaulan mereka ada diantaranya yang menggunakan bahasa Indonesia, katakanlah yang baku, penggunaan bahasa tersebut seolah terdengar aneh dan dianggap norak dalam komunitasnya. Tidak salah sebenarnya, apabila para remaja menggunakan “bahasa gaul”. Sedangkan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tentu Pusat Pembinaan Bahasa yang lebih berkompeten mengurusnya, Yang jelas-jelas salah adalah, jika “bahasa gaul” yang digunakan bersinggungan dengan nilai-nilai moral dan agama. Namun nyatanya, disadari atau tidak, justru hal itu yang sering terjadi. Dengan kata lain, banyak penggunaan “bahasa gaul” yang makna aplikatifnya cenderung tidak dibatasi oleh nilai-nilai atau norma-norma tadi.
Seperti yang diungkapkan oleh Drs. I Made Kartama, seorang guru fisika SMA N 1 Semarapura mengatakan bahwa diera globalisasi saat ini banyak hal-hal baru yang bermunculan, baik itu yang bersifat positif maupun negatif salah satunya mengenai bahasa kita, Indonesia memiliki bahasa ibu yaitu Bahasa Indonesia, sebagai warga negara  Indonesia kita hendaknya mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar namun dengan pergerakan zaman bahasa Indonesia mulai tergerus oleh bahasa-bahasa asing maupun bahasa-bahasa serapan yang dibuat oleh remaja-remaja saat ini.

Penggunaan bahasa alay seolah menjamur dan menjadi kebiasaan di kalangan remaja, bahkan anak-anak kecil juga merasa bangga menggunakan bahasa tersebut. Adanya bahasa alay menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat, beberapa masyarakat mengatakan bahwa dengan bahasa alay remaja bisa semakin mudah bergaul dan lebih mampu mengekpresikan apa yang ingin ia sampaikan, namun biasanya digunakan diluar forum formal. Namun ada juga yang kurang setuju dengan bahasa tersebut karena dianggap sebagai suatu tindak nyata untuk mulai melupakan bahasa ibu kita. Dengan adanya bahasa tersebut remaja di era gobalisasi sedikit yang mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mereka seolah terpaksa menggunakan bahasa Indonesia yaitu ketika mereka berada di forum formal contohnya sekolah. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kita menggunakan bahasa Indonesia berdasarkan keterpaksaan atau keikhlasaan karena jika diluar forum formal sedikit yang mau menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
 
Selain itu, tokoh agama  di banjar kesian desa lebih Gianyar ini juga mengatakan pada dasarnya penggunaan bahasa Indonesia di era sekarang sudah cukup baik karena sejak usia dini kita sudah diajarkan bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia akan tetapi biasanya setiap remaja akan memiliki kendala ketika mereka terjun ke lingkungan masyarakat karena biasanya untuk di daerah-daerah tertentu ketika mereka terjun kemasyarakat mereka dituntut untuk menggunakan bahasa daerah sehingga tidak dapat menerapkan bahasa Indonesia dengan baik.

 Beliau juga menuturkan remaja sekarang sering menggunakan bahasa yang lagi ngetren atau populer namun tanpa tahu makna dari bahasa itu sendiri. Bahasa digunakan sebagai sarana untuk membantu menambah eksistensi remaja dikalangan teman-temannya. Sehingga seolah-olah remaja sekarang menggunakan bahasa hanya untuk bergaya-gayaan. 

Tak ubahnya seperti yang diungkapkan oleh Eka Arta Wibawa seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Teknik Informatika semester 5, menyatakan bahwa perkembangan bahasa indonesia yang baik dan benar akan mengalami perubahan jika adanya trend penggunaan bahasa asing dan bahasa-bahasa yang dianggap cocok buat mereka. Menurutnya, jika bahasa trend itu tetap berlanjut maka akan mengakibatkan generasi muda lupa untuk menggunakan bahasa indonesia yang benar. Orang tua dan guru perlu memberikan bimbingan kepada remaja agar bahasa indonesia yang baik dan benar tidak tertinggal, apalagi jika terus-terusan berpihak pada bahasa “vicky”. Ini tidak bisa dibenarkan karena akan mengubah eksistensi bahasa indonesia yang baik dan benar, ungkapnya.
Dewasa ini, keprihatinan terhadap pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin meningkat. Memang data penelitian terhadap gejala ini tidak disertakan. Namun, keprihatinan akan hal tersebut tidak bisa dipungkiri lagi. Idealnya, bangsa Indonesia dari segala generasi harus mampu menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting, mengingat Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang memersatukan negeri ini. Otomatis, bahasa nasional ini harus dipakai dalam segala kegiatan yang bersifat formal dan kelembagaan, termasuk segala kegiatan di bidang pendidikan. Namun kenyataan yang terjadi adalah bahasa gaul yang seharusnya hanya menjadi bahasa pergaulan telah masuk ke ruang praktis pendidikan.

Tak ayal peggunaan bahasa sekarang menggunakan bahasa yang tidak tercantum di kamus besar bahasa Indonesia. Begitu ungkap Komang Ayu Ratnasari di sela-sela kesibukaannya menjaga keamanan Negara. Polwan yang satu ini menyatakan bahwa “remaja sekarang menggunakan bahasa yang dilebih-lebihkan, dan menganggap dengan menggunakan bahasa itu mereka terlihat gaul. Dampak dari remaja yang sering menggunakan bahasa yang dilebih-lebihkan ialah merosotnya nilai bahasa, seolah-olah bahasa Indonesia mulai dilupakan sedangkan disisi lain bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa Indonesia jika itu dilupakan apa yang akan terjadi terhadap bangsa ini ? “. Tukasnya. 

Bercermin dari sikap remaja sekarang, beliau mengungkapkan remaja yang sering latah mengikuti temannya yang menggunakan bahasa yang dilebih-lebihkan namun mereka tidak tahu makna dari kata yang mereka ucapkan, hendaknya kita mengucapkan apa yang kita tahu , karena terkadang salah ucap salah makna jadi kita harus mengenali apa yang kita ucapkan, dan sesuai dengan bahasa indonesia yang baik dan benar, dan sesuai dengan ejaan yang seharusnya.

Bahasaku dan Bahasamu
Ada kenyataannya, membedakan bahasa yang baik dan benar sangat sulit. Pandangan orang yang satu dengan lainnya terkadang berbeda, begitu pula pemahaman seseorang terhadap suatu kalimat. Kalimat bahasa Indonesia sering kali ambigu dan memiliki arti berbeda tergantung pada intonasi dan penjedaan dalam pengucapan. Bahasa Indonesia yang baik juga bersifat situasional, sesuai dengan situasi dan orang yang menjadi lawan bicara sehingga perbedaan cara seseorang memandang situasi yang dihadapi menyebabkan perbedaan bahasa yang digunakan.

Sama halnya yang diungkapkan Made Windu Antara Kesiman,S.T,M.Sc. seorang dosen Jurusan Pendidikan Teknik Informatika. Menurut beliau penggunaan bahasa itu kita tidak bisa mengatakan penggunaanya baik atau buruk, kita harus melihat pengguna bahasa itu dalam kondisi yang seperti apa, jika berbicara dengan teman, dan dengan menggunakan bahasa itu bisa mengakrabkan hubungan, kenapa tidak ? kita harus tahu tempat kita berbicara harus mampu mengkondisikan diri, artinya disaat kita dituntut untuk berbicara formal, hendaknya gunakan bahasa formal, sehingga terlihat kesan sopan dan santun namun tidak menutup kemungkinan hal itu diperbolehkan. Jika kita bilang bahasa yang seperti itu mengganggu, sebenarnya tidak, melainkan dilihat dari penggunanya. Jika misalkan bahasa yang seperti itu digunakan dalam membuat tugas tentu hal itu salah, jadi pada dasarnya kita harus mampu melihat situasi dan kondisi layakkah kita menggunakan bahasa tersebut.
Jika kita tepat dalam penentuan situasi dan kondisi penggunaan bahasa seperti itu menurut beliau tidak masalah karena itu termasuk memperkaya bahasa karena bahasa berevolusi,  jadi memang harus dikembangkan,selain itu bahasa tercipta karena kesepakatan dari beberapa pihak.
Jika membahas keterpaksaan dikalangan siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia, hal itu mungkin benar, karena di lingkungan sekolah tentu ada peraturan dan norma-norma yang mengatur siswa tersebut termasuk aturan dalam berbicara sehingga siswa tersebut terikat akan aturan tersebut. Namun keterpaksaan dalam artian norma yang harus diikuti, beliau belum pernah mendengar siswa yang yang mengeluh karena dipaksa menggunakan bahasa Indonesia, menggunakan bahasa yang baik tidak harus semua sesuai dengan EYD tapi mampu menempatkan situasi dan kondisi serta tahu kosa kata yang digunakan hal itu sudah termasuk berbahasa yang baik.
Jika berbicara melupakan bahasa Indonesia karena ada bahasa-bahasa baru yang diciptakan beliau tentu tidak setuju, karena masih ada beberapa event yang mengharuskan kita untuk tetap menggunakan bahasa Indonesia formal. Sejauh ini belum ada wacana pemerintah yang menggagas untuk melupakan bahasa Indonesia tapi generasi muda yang cenderung lebih menggunakan bahasa pergaulan karena lingkungan pergaulannya. Bahasa itu adalah salah satu seni pergaulan, semakin sering seorang anak bergaul dilingkungan yang menggunakan bahasa tersebut, maka anak itu akan terlatih untuk berbicara menggunakan bahasa itu. Jadi penggunaan bahasa tergantung lingkungan sekitarnya juga.
Pendapat senada pun diungkapkan oleh Ni Wayan Wistari. Menurut Ketua HMJ Pendidikan Bahasa Indonesia ini, penggunaan bahasa sekarang perkembangannya dipengaruhi oleh jaman, tentu saja sebagai remaja kita merasa gengsi menggunakan bahasa yang baik, apalagi sekarang muncul bahasa alay, hal itu dikarenakan jaman dan gengsi dari remaja itu sendiri. Remaja yang mengikuti jaman dengan berbahasa-bahasa alay karena ingin terlihat keren dan gaul dimata teman-teman pergaulannya, hal itu menjadi alasan dasar kenapa remaja suka menggunakan bahasa alay.
Adanya bahasa alay tidak mengancam, arena itu hanyalah kreatifitas orang, yang terpenting semua itu kembali Kediri orang itu sendiri jika ia ingin menggunakan bahasa alay yang penting ia tidak melupakan bahasa Indonesia, sehingga dia tetap menggunakan bahasa Indonesia tergantung situasi dan kondisi dimana ia berbicara.Kita sebagai bangsa Indonesia harus tetap menggunakan bahasa Indonesia jadi menggunakan bahasa alay, tapi tetap menjaga Bahasa Indonesia, dan tetap mengkreatifitaskan bahasa.
Rendahnya minat remaja menggunakan Bahasa Indonesia secara umum besarnya pengaruh jaman sehingga sekarang remaja lebih suka menggunakan bahasa campuran yaitu bahasa asing. Remaja tidak terlalu perduli terhadap bahasa karena lebih mementingkan gengsi.
Sebagai generasi muda yang menjadi harapan bangsa, remaja sekarang seharusnya bisa belajar Bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa melupakan bahasa daerah  atau menutup diri dari adanya bahasa-bahasa baru. Dengan menggunakan bahasa baru bukan berarti melupakan dan mengabaikan Bahasa Indonesia, bahasa nasional yang menjadi pemersatu di tengah keberagaman suku, ras, dan agama. Menjaga Bahasa Indonesia bukan berarti pantang berbahasa baru atau menggunakan bahasa daerah, sebaliknya hal ini menjadi nilai lebih bagi remaja Indonesia jika mampu menyelaraskan penggunaan bahasa-bahasa tersebut sesuai situasi dan kebutuhan sehingga mampu memperkaya dinamika pergaulan remaja.  
(susi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar