Seperti yang tercantum pada detik.com, (1/9/2013) acara pertunangan Zaskia 'Gotik' dan Vicky Prasetyo menghiasi halaman depan semua media hiburan. Bukan soal berita penipuan, tetapi karena gaya bicaranya yang menjadi bahan olok-olok di internet. hasil wawancara tersebut,Vicky menggunakan gaya bahasa yang 'unik.'Hal ini tersebut merupakan salah satu penyalahgunaan bahasa karena diperparah dengan penggunaan bahasa Inggris dan kata-kata serapan yang tak pada tempatnya.“Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan”. Daripada kita mengutuk kegelapan dengan terus-terusan menyalahkan kaum alay yang merusak sistem tata bahasa kita melalui ‘kreativitas’ mereka atau dengan terus-terusan menggerutu lantaran generasi muda kita menulis dan berbicara ala gaul di tengah acara formal, sebaiknya kita menyalakan lilin dengan berbuat sesuatu.
“Parah”, kata yang tepat untuk diungkapkan
jika bahasa gaul dan
bahasa-bahasa trend lainya di zaman
sekarang ini, membuat kaum remaja tidak bisa berbahasa indonesia yang baik dan
benar. Ada ungkapan bahwa Bahasa yang
digunakan seseorang mencerminkan pribadinya. Seperti kata – kata ini ,Gaul, dong!
Pede aja lagi! Kasihan deh, lo! Nyantai aja, Coy! Begitulah antara lain “bahasa
gaul” yang seringkali kita dengar di kalangan remaja kini. ‘Bahasa gaul” itu
seakan telah menjadi bahasa resmi mereka. Bahkan bila dalam pergaulan mereka
ada diantaranya yang menggunakan bahasa Indonesia, katakanlah yang baku,
penggunaan bahasa tersebut seolah terdengar aneh dan dianggap norak dalam
komunitasnya. Tidak salah sebenarnya, apabila para remaja menggunakan “bahasa
gaul”. Sedangkan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tentu
Pusat Pembinaan Bahasa yang lebih berkompeten mengurusnya, Yang jelas-jelas
salah adalah, jika “bahasa gaul” yang digunakan bersinggungan dengan nilai-nilai
moral dan agama. Namun nyatanya, disadari atau tidak, justru hal itu yang
sering terjadi. Dengan kata lain, banyak penggunaan “bahasa gaul” yang makna
aplikatifnya cenderung tidak dibatasi oleh nilai-nilai atau norma-norma tadi.
Seperti
yang diungkapkan oleh Drs. I Made Kartama, seorang guru fisika SMA N 1
Semarapura mengatakan bahwa diera globalisasi saat ini banyak hal-hal baru yang
bermunculan, baik itu yang bersifat positif maupun negatif salah satunya
mengenai bahasa kita, Indonesia memiliki bahasa ibu yaitu Bahasa Indonesia,
sebagai warga negara Indonesia kita
hendaknya mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar namun dengan
pergerakan zaman bahasa Indonesia mulai tergerus oleh bahasa-bahasa asing
maupun bahasa-bahasa serapan yang dibuat oleh remaja-remaja saat ini.
Penggunaan bahasa alay seolah menjamur
dan menjadi kebiasaan di kalangan remaja, bahkan anak-anak kecil juga merasa
bangga menggunakan bahasa tersebut. Adanya bahasa alay menimbulkan pro dan
kontra dikalangan masyarakat, beberapa masyarakat mengatakan bahwa dengan
bahasa alay remaja bisa semakin mudah bergaul dan lebih mampu mengekpresikan
apa yang ingin ia sampaikan, namun biasanya digunakan diluar forum formal.
Namun ada juga yang kurang setuju dengan bahasa tersebut karena dianggap
sebagai suatu tindak nyata untuk mulai melupakan bahasa ibu kita. Dengan adanya
bahasa tersebut remaja di era gobalisasi sedikit yang mampu berbahasa Indonesia
yang baik dan benar, mereka seolah terpaksa menggunakan bahasa Indonesia yaitu
ketika mereka berada di forum formal contohnya sekolah. Hal ini menimbulkan
pertanyaan apakah kita menggunakan bahasa Indonesia berdasarkan keterpaksaan
atau keikhlasaan karena jika diluar forum formal sedikit yang mau menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Selain itu, tokoh agama di banjar kesian desa lebih Gianyar ini juga
mengatakan pada dasarnya penggunaan bahasa Indonesia di era sekarang sudah
cukup baik karena sejak usia dini kita sudah diajarkan bahasa ibu yaitu bahasa
Indonesia akan tetapi biasanya setiap remaja akan memiliki kendala ketika
mereka terjun ke lingkungan masyarakat karena biasanya untuk di daerah-daerah
tertentu ketika mereka terjun kemasyarakat mereka dituntut untuk menggunakan
bahasa daerah sehingga tidak dapat menerapkan bahasa Indonesia dengan baik.
Beliau juga menuturkan remaja
sekarang sering menggunakan bahasa yang lagi ngetren atau populer namun tanpa
tahu makna dari bahasa itu sendiri. Bahasa digunakan sebagai sarana untuk
membantu menambah eksistensi remaja dikalangan teman-temannya. Sehingga seolah-olah
remaja sekarang menggunakan bahasa hanya untuk bergaya-gayaan.
Dewasa
ini, keprihatinan terhadap pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar
semakin meningkat. Memang data penelitian terhadap gejala ini tidak disertakan.
Namun, keprihatinan akan hal tersebut tidak bisa dipungkiri lagi. Idealnya,
bangsa Indonesia dari segala generasi harus mampu menggunakan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting,
mengingat Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang memersatukan negeri
ini. Otomatis, bahasa nasional ini harus dipakai dalam segala kegiatan yang
bersifat formal dan kelembagaan, termasuk segala kegiatan di bidang pendidikan.
Namun kenyataan yang terjadi adalah bahasa gaul yang seharusnya hanya menjadi
bahasa pergaulan telah masuk ke ruang praktis pendidikan.
Tak
ayal peggunaan bahasa sekarang menggunakan bahasa yang tidak tercantum di kamus
besar bahasa Indonesia. Begitu ungkap Komang Ayu Ratnasari di sela-sela
kesibukaannya menjaga keamanan Negara. Polwan yang satu ini menyatakan bahwa “remaja
sekarang menggunakan bahasa yang dilebih-lebihkan, dan menganggap dengan
menggunakan bahasa itu mereka terlihat gaul. Dampak dari remaja yang sering
menggunakan bahasa yang dilebih-lebihkan ialah merosotnya nilai bahasa,
seolah-olah bahasa Indonesia mulai dilupakan sedangkan disisi lain bahasa
Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa Indonesia jika itu dilupakan apa yang
akan terjadi terhadap bangsa ini ? “. Tukasnya.
Bercermin dari sikap remaja
sekarang, beliau mengungkapkan remaja yang sering latah mengikuti temannya yang
menggunakan bahasa yang dilebih-lebihkan namun mereka tidak tahu makna dari
kata yang mereka ucapkan, hendaknya kita mengucapkan apa yang kita tahu ,
karena terkadang salah ucap salah makna jadi kita harus mengenali apa yang kita
ucapkan, dan sesuai dengan bahasa indonesia yang baik dan benar, dan sesuai
dengan ejaan yang seharusnya.
Bahasaku dan Bahasamu
Ada
kenyataannya, membedakan bahasa yang baik dan benar sangat sulit. Pandangan
orang yang satu dengan lainnya terkadang berbeda, begitu pula pemahaman
seseorang terhadap suatu kalimat. Kalimat bahasa Indonesia sering kali ambigu
dan memiliki arti berbeda tergantung pada intonasi dan penjedaan dalam
pengucapan. Bahasa Indonesia yang baik juga bersifat situasional, sesuai dengan
situasi dan orang yang menjadi lawan bicara sehingga perbedaan cara seseorang
memandang situasi yang dihadapi menyebabkan perbedaan bahasa yang digunakan.
Sama
halnya yang diungkapkan Made Windu Antara Kesiman,S.T,M.Sc. seorang dosen Jurusan
Pendidikan Teknik Informatika. Menurut beliau penggunaan bahasa itu kita tidak
bisa mengatakan penggunaanya baik atau buruk, kita harus melihat pengguna
bahasa itu dalam kondisi yang seperti apa, jika berbicara dengan teman, dan
dengan menggunakan bahasa itu bisa mengakrabkan hubungan, kenapa tidak ? kita
harus tahu tempat kita berbicara harus mampu mengkondisikan diri, artinya
disaat kita dituntut untuk berbicara formal, hendaknya gunakan bahasa formal,
sehingga terlihat kesan sopan dan santun namun tidak menutup kemungkinan hal
itu diperbolehkan. Jika kita bilang bahasa yang seperti itu mengganggu,
sebenarnya tidak, melainkan dilihat dari penggunanya. Jika misalkan bahasa yang
seperti itu digunakan dalam membuat tugas tentu hal itu salah, jadi pada dasarnya
kita harus mampu melihat situasi dan kondisi layakkah kita menggunakan bahasa
tersebut.
Jika
kita tepat dalam penentuan situasi dan kondisi penggunaan bahasa seperti itu
menurut beliau tidak masalah karena itu termasuk memperkaya bahasa karena bahasa
berevolusi, jadi memang harus
dikembangkan,selain itu bahasa tercipta karena kesepakatan dari beberapa pihak.
Jika
membahas keterpaksaan dikalangan siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia, hal
itu mungkin benar, karena di lingkungan sekolah tentu ada peraturan dan
norma-norma yang mengatur siswa tersebut termasuk aturan dalam berbicara
sehingga siswa tersebut terikat akan aturan tersebut. Namun keterpaksaan dalam
artian norma yang harus diikuti, beliau belum pernah mendengar siswa yang yang
mengeluh karena dipaksa menggunakan bahasa Indonesia, menggunakan bahasa yang
baik tidak harus semua sesuai dengan EYD tapi mampu menempatkan situasi dan
kondisi serta tahu kosa kata yang digunakan hal itu sudah termasuk berbahasa
yang baik.
Jika
berbicara melupakan bahasa Indonesia karena ada bahasa-bahasa baru yang
diciptakan beliau tentu tidak setuju, karena masih ada beberapa event yang
mengharuskan kita untuk tetap menggunakan bahasa Indonesia formal. Sejauh ini
belum ada wacana pemerintah yang menggagas untuk melupakan bahasa Indonesia
tapi generasi muda yang cenderung lebih menggunakan bahasa pergaulan karena
lingkungan pergaulannya. Bahasa itu adalah salah satu seni pergaulan, semakin
sering seorang anak bergaul dilingkungan yang menggunakan bahasa tersebut, maka
anak itu akan terlatih untuk berbicara menggunakan bahasa itu. Jadi penggunaan
bahasa tergantung lingkungan sekitarnya juga.
Pendapat
senada pun diungkapkan oleh Ni Wayan Wistari. Menurut Ketua HMJ Pendidikan
Bahasa Indonesia ini, penggunaan bahasa sekarang perkembangannya dipengaruhi
oleh jaman, tentu saja sebagai remaja kita merasa gengsi menggunakan bahasa
yang baik, apalagi sekarang muncul bahasa alay, hal itu dikarenakan jaman dan
gengsi dari remaja itu sendiri. Remaja yang mengikuti jaman dengan
berbahasa-bahasa alay karena ingin terlihat keren dan gaul dimata teman-teman
pergaulannya, hal itu menjadi alasan dasar kenapa remaja suka menggunakan
bahasa alay.
Adanya
bahasa alay tidak mengancam, arena itu hanyalah kreatifitas orang, yang terpenting
semua itu kembali Kediri orang itu sendiri jika ia ingin menggunakan bahasa
alay yang penting ia tidak melupakan bahasa Indonesia, sehingga dia tetap menggunakan
bahasa Indonesia tergantung situasi dan kondisi dimana ia berbicara.Kita
sebagai bangsa Indonesia harus tetap menggunakan bahasa Indonesia jadi menggunakan
bahasa alay, tapi tetap menjaga Bahasa Indonesia, dan tetap mengkreatifitaskan
bahasa.
Rendahnya
minat remaja menggunakan Bahasa Indonesia secara umum besarnya pengaruh jaman
sehingga sekarang remaja lebih suka menggunakan bahasa campuran yaitu bahasa
asing. Remaja tidak terlalu perduli terhadap bahasa karena lebih mementingkan
gengsi.
Sebagai
generasi muda yang menjadi harapan bangsa, remaja sekarang seharusnya bisa
belajar Bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa melupakan bahasa daerah atau menutup diri dari adanya bahasa-bahasa
baru. Dengan menggunakan bahasa baru bukan berarti melupakan dan mengabaikan
Bahasa Indonesia, bahasa nasional yang menjadi pemersatu di tengah keberagaman
suku, ras, dan agama. Menjaga Bahasa Indonesia bukan berarti pantang berbahasa
baru atau menggunakan bahasa daerah, sebaliknya hal ini menjadi nilai lebih
bagi remaja Indonesia jika mampu menyelaraskan penggunaan bahasa-bahasa
tersebut sesuai situasi dan kebutuhan sehingga mampu memperkaya dinamika
pergaulan remaja.
(susi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar